![]() |
Penulis: Billie Wijaya U Editor: Faris Al-Furqon Ilustrator: Nurul Fauziah |
Seekor kecoak terbang menabrak
sebuah botol berisi cairan korosif, kemudian terjengkang. Ia tergelincir, lalu
terjengkang dan kini sedang gelisah sebab ia baru menyadari dirinya berada
dalam posisi terbalik. Dengan keputusasaan khas kecoak-kecoak lain dalam
kondisi yang sama, ia terus menggerak-gerakkan tubuhnya dan berusaha
membalikkan tubuhnya ke dalam posisi semula tanpa pernah tahu berapa lama ia
akan bertahan.
Rik sudah duduk di kursi dan
berada di depan meja yang biasa orang-orang pakai untuk belajar. Tangan kirinya
merapikan rambut yang menghalangi mata, tangan kanannya menaruh plastik
belanjaan di meja. Selama duduk, Rik tak banyak melakukan perubahan gerak:
menatap jauh tembok putih di depannya, menghela napas, bengong lagi, bernapas
lagi.
Sambil memejamkan matanya
pelan-pelan, ia memikirkan sesuatu yang serius. Telepon genggamnya berbunyi
mengabarkan sebuah pesan baru, Rik hanya melirik, lalu fokus lagi pada sesuatu
yang entah apa sedang berenang dalam pikirannya. Tidak terjadi apa-apa dalam
kurun tiga puluh menit yang lalu sebelum secara mengejutkan Rik meringis tanpa
sebab kemudian matanya pelan-pelan sembab.
Ia mengambil telepon genggamnya
lalu mulai mengetik. Dari yang tertulis kemudian di layar adalah beberapa kata
yang terbaca seperti “Aku akan bunuh diri” atau “Aku butuh intisari” atau “Aku
pesan nutrisari”. Kemudian yang terjadi setelah pesan itu terkirim adalah bunyi
pesan masuk seperti tadi yang berulang sampai empat, lima, enam kali yang baru
berhenti ketika Rik mematikan suaranya. Ini akhir Juli, dan langit sepia dan
angin hanya lewat sesekali, dalam kondisi itu Rik menyalakan kretek pertamanya.
Rik pergi ke warung beberapa jam
sebelumnya. Ia berniat membeli sebungkus rokok dan minuman dingin beralkohol
sebab udara hari ini panas. Ia perlu istirahat dari kejadian yang menguras
pikirannya akhir-akhir ini. Setelah membayar dan mendapatkan apa yang ia ingin,
secara tidak sengaja tv yang dinyalakan penjaga warung sedang memberitakan
kasus bunuh diri. Seorang mahasiswa dikabarkan gantung diri setelah tak kunjung
tuntas menyelesaikan skripsi, ditulis sebagai headline di layar tv. Rik
balik badan bergegas pergi.
Empat puluh delapan jam sebelum
Rik menyalakan kretek pertamanya, ia membuat Tin, mantan pacarnya
bertanya-tanya dengan sikap tidak biasa yang ditunjukkannya. Tin berpikir bahwa
bosan tertawa dan memilih untuk diam saja pada suatu ketika adalah hal yang
wajar dilakukan setiap manusia, seharusnya Tin tahu hari itu Rik sedang tidak
baik-baik saja.
Tin dan Rik sudah
berpacaran selama dua tahun, namun akhirnya memutuskan berpisah setelah mereka
sepakat bahwa lebih asik menjadi teman daripada terus-menerus dipusingkan
karena urusan sepele. Tin yang memberi usulan itu awalnya tidak yakin Rik akan
menyetujuinya, namun ternyata Rik amant yakin kalau itu adalah jalan terbaik
dan sampai hari ketika Rik memasang wajah murung itu mereka telah bercinta
sebanyak dua puluh dua kali sebagai dua orang teman.
Empat jam
sebelum kejadian itu, Rik meminta bertemu. Sudah seminggu mereka tidak bertatap
muka, dan Tin paham ada cerita yang lucu atau mengasikan kalau Rik yang meminta
bertemu, biasanya dia tidak ingin mengirim lewat teks atau suara saja, sebab
kata Rik kelucuannya tidak akan sampai bila tidak disampaikan dalam
hirupan udara di ruangan yang sama.
Adiknya
memilih menyerahkan hidup pada seutas tali, itu yang ditangkap Tin dari
perkataan Rik setelah lama terdiam. Tin tahu betul kondisi adik Rik karena Rik
pernah bercerita beberapa bulan lalu di bawah pengaruh alkohol pada suatu hari
bahwa adiknya diperkosa oleh pamannya sendiri. Ibu dan ayahnya telah lama mati,
ia bercerita sambil menangis. Malam itu Tin mencoba menghiburnya dengan menjadi
teman yang baik.
Dua minggu
lalu ia dipecat dari pekerjaannya di tempat percetakan setelah bertengkar
dengan semua pegawai di sana. Alasannya dianggap amat sepele oleh sang bos yang
menganggap bahwa sikap Rik sangat kekanak-kanakna. Sebelum saling hantam,
mereka tertawa terbahak-bahak setelah Rik melontarkan suatu penyataan yang ada
sangkut-pautnya dengan keinginan dia untuk menuntaskan hidup lebih cepat.
“Apa
kalian akan bersedih jika aku mati?” katanya pada sebuah waktu istirahat.
Pegawai lain menganggap itu
adalah lelucon, seperti kebanyakan hari lain yang mereka lewati dengan lelaki
itu, ai selalu memiliki humor yang cerkas.
“Tentu
kami akan tertawa sambil menangis sepuas-puasnya, Kawan.” Kalimat itu mereka
lontarkan dengan muka memerah akibat tak kuat menahan tawa, mereka lantas
tertawa sambil memegangi perut-perut buncit mereka supaya tidak terlalu
menimbulkan getaran yang membahana. Rik terdiam sesaat, lalu mulai menghajar
ketika semua tawa reda dari udara.
Setahun sebelum melontarkan
pernyataan yang dianggap sebagai lelucon itu, Rik mendapat kabar bahwa kawan
dekatnya, Ridwan Babi, memenggal kepalanya sendiri menggunakan gergaji mesin.
Ridwan Babi adalah kawannya yang paling mengerti soal keinginannya untuk bunuh
diri juga paling bengis di antara semua kawannya untuk urusan lain. Sepengetahuan
Rik, Ridwan Babi menganggur setelah lepas dari SMA, ia mendapat kabar bahwa
kawannya itu memiliki banyak utang dan memilih menjadi pendukung paling fanatik
sebuah klub bola yang menjadikan empat sebagai angka favoritnya dalam beberapa
tahun belakangan.
Ridwan diketahui mati pertama
kali oleh tetangganya setelah seharian ia bertanya-tanya mengenai bau tidak
sedap yang menyatroni rumahnya hari itu. Sudah dua hari juga ia tidak melihat
tetangganya datang untuk ikut menonton tv. Tetangga Ridwan yang penasaran,
meminta bantuan orang lain untuk mendobrak masuk, dia lebih dulu melihat sebuah
kepala tergeletak di lantai dengan bibir menyungging, tak lama kemudian ia
sendiri yang rubuh ke lantai.
Hati Rik remuk-redam kala itu, ia
merasakan kehilangan yang benar-benar pedih, pikirannya untuk mengakhiri hidup
muncul kembali, ia marah namun benaknya menghadirkan hari-hari yang telah ia
lewati bersama Ridwan Babi, sosok yang kurus krempeng namun bernyali.
Rik dan Ridwan Babi sedang dalam
masa-masa berat menghadapi depresi, barangkali itu dua tahun sebelum kematian
tragis Ridwan Babi. Ridwan Babi mengalami depresi akibat sesuatu yang sulit
dijelaskan dengan akal sehat. Ia dituduh telah memutilasi keluarganya sendiri,
namun dirinya tidak pernah ingat juga tidak merasa melakukan hal demikian.
Gunjingan dan tatapan-tatapan takut dari orang-orang semakin membawanya pada
rasa bersalah yang tak pernah ia setujui. Ridwan dan Rik sempat rutin meminum
obat-obat anti depresan sebelum kemudian teralihkan oleh seorang perempuan yang
membuat keduanya bermusuhan sambil sama-sama berharap perempuan itulah jalan
keluar. Dia adalah Tin. Mantan pacar Rik.
Kurang dari sebulan sebelum
mereka bermusuhan, Ridwan Babi membantu membalaskan dendam Rik pada ayahnya.
Pada suatu malam ketika ayahnya yang sedang sakit tertidur lelap, Rik dibantu
Ridwan Babi menyelinap masuk dan membekap ayahnya sampai mampus. Waktu-waktu
ketika ayahnya meronta-ronta tak berdaya adalah waktu yang paling Rik nikmati
sepanjang hidupnya. Hari itu Rik senang setelah melakukan pembunuhan
pertamanya.
Setahun sebelum Rik dan Ridwan
Babi depresi, Rik diusir ayahnya dari rumah. Tak hanya itu, ayahnya juga
membekali Rik tiga tamparan di pipi kiri, dua di kanan, beberapa bogem mentah
di perutnya, serta maki-makian yang tak tanggung jumlahnya hasil dari menahan
amarah selama beberapa tahun. Ayah Rik akhirnya memiliki kesempatan emas yang
tidak akan ia sia-siakan hari itu ketika anak semata wayangnya kedapatan warga
mencuri kotak amal di masjid kampung sebelah.
Ibu Rik meninggal dalam keadaan
tragis tujuh bulan sebelumnya. Banyak bekas cakaran dan sayatan benda tajam di
tubuhnya. Rik menduga, itu adalah respons ibunya terhadap apa yang dilakukan
sang suami dalam beberapa tahun belakangan. Adiknya menangis seharian, tapi Rik
tidak tinggal diam.
Lima tahun sebelum ibunya
meninggal dengan banyak luka, Rik menyaksikan sendiri kebengisan ayahnya, ibu
Rik yang kedapatan menumpahkan semangkuk bakso pesanan dimaki habis-habisan,
adiknya menangis, sedangkan Rik hanya bisa terdiam menahan tangis sambil
memimpikan keluarga temannya yang rukun dan selalu tersenyum. Keinginannya
untuk mati cepat hari itu kalah oleh keinginan untuk membunuh ayahnya.
Setahun yang lalu sebelum
ibu Rik tidak sengaja menumpahkan beberapa mangkuk bakso, Rik berpikir bahwa
tidak ada yang lebih berharga dibanding keluarga setelah khatam menonton sitkom
yang populer pada masa itu. Ketika dia pikir tidak ada yang bisa membuatnya
bahagia selain orang tuanya, ayahnya membanting mangkuk bakso di hadapan ibunya
yang menunduk lalu menghujaninya dengan tamparan serta pukulan dan beberapa
kali kaki ayahnya menendang-nendang untuk melampiaskan amarahnya.
"Dasar sundal tak tahu
diuntung!" itu satu-satunya kalimat yang Rik ingat selain penyebutan
nama-nama binatang secara berkala. Ibu Rik hanya diam tak melawan. Sejak saat
itu ia yakin, bahwa kebahagiaan adalah sebuah ilusi yang terus coba dijejalkan
pada setiap manusia. Tidak ada yang tahu, bahkan sampai saat ini bahwa semenjak
hari itu ada suatu hal yang Rik pikirkan. Tepat pada hari itulah ia memikirkan
tentang kemungkinan untuk mengakhiri hidupnya.
"Jika ada banyak cara untuk
menghadapi kematian, mati di tangan sendiri barangkali adalah yang paling
aduhai," pikirnya kala itu, spontan.
Dini hari tadi, Erick Jonathan
memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri. Erick Jo atau yang akrab dipanggil Rik teridentifikasi sebagai seekor kecoak jantan malang yang nekat mengakhiri
hidupnya karena masalah asmara. Berita hari ini secara ringkas menyebutkan bahwa
penyebab kecoak itu putus asa dan memilih menuntaskan hidup lebih cepat adalah
karena beberapa jam lalu cintanya ditolak mentah-mentah oleh kecoak betina yang
dicintainya. Tapi kita semua tahu, penyebab sebuah kematian tidak pernah
sesederhana itu.
*) Cerpen ini pernah dimuat dalam majalah Jurnalposmedia Edisi III/2019 dan kali lain terpilih sebagai juara II lomba cerpen Frasa Unsoed 2019
0 komentar: